Kamis, 20 November 2008

WAJAH KEPEMIMPINAN MASA KINI

Akhmad Akbar,DKP KAMMI IZZAL IPB


Leadership,biasa dikenal sebagai istilah bagi kepemimpinan,merupakan tema yang sangat menarik hingga hari ini. Terutama di kalangan mahasiswa. Pembahasan yang ada mulai dari level yang ringan hingga tingkat nasional kiranya sudah sangat sering dibawa ke diskusi di berbagai tingkatan. Apalagi di usia kebangkitan nasional yang mencapai satu abad di tahun ini. Daya tarik dari tema ini sebenarnya ada pada sebuah pertanyaan besar yang sedang kita cari, atau tepatnya pertanyaan besar bangsa ini yang menjadi hal paling fundamental dan prioritas untuk dicari. Siapa yang memimpin INDONESIA?
Lalu kita akan kembali pada sebuah pemikiran dasar tentang fenomena definisi pemimpin dan pimpinan. Pimpinan lebih identik pada kekuasaan. Dia lebih berorientasi pada setumpuk tanggung jawab formal atas operasional yang “ada di sebuah meja kantor”. Kerja-kerja yang terpaku pada birokrasi kompleks yang sangat memusingkan. Hanya saja,patut untuk dipertanyakan sebesar apakah pengaruhnya pada kalangan orang-orang yang dipimpinnya. Pengaruh yang didapat dengan cara apa, akan menjadi catatan tersendiri atas aura kepemimpinan yang ia pancarkan.
Berbeda halnya dengan apa yang dibawa dan diterapkan seorang pemimpin. Bagaimana dia mempengaruhi orang lain,bagaimana narasi besar atas segala ruang lingkup kepemimpinannya,bagaimana kekuatan solving problem yang didapat dari ide-ide kelompok yang dipimpinnya yang juga akan menjawab bagaimana pemimpin itu “mencerdaskan” bawahannya untuk melahirkan ide-ide konstruktif,disertai analisis tajam tentang strategi juga penerjemahan ide-ide besar tersebut akan memberi pemahaman tentang seberapa baik kualitas kepemimpinannya.
Sehingga jika kita membicarakan kepemimpinan,sebenarnya kita sedang berbicara tentang bagaimana mempengaruhi orang lain untuk memahami,mendukung,serta membantu kita mewujudkan visi kepemimpinan. Sebagaimana seorang pimpinan identik dengan kekuasaan,maka seorang pemimpin (yang secara otomatis,dialah “orang besar”-nya) sangat mungkin jauh dari itu semua. Dan dengan sedikit mengelus dada disertai objektivitas ,yang ada pada bangsa ini kebanyakan hanyalah pimpinan dengan narasi kosong.
Telah disebutkan di atas bahwa pemimpin yang ada tentulah memberikan pengaruh besar pada yang dipimpinnya dan itu belum nampak ada pada budaya berbangsa kita. Sehingga sangat (dan sangat) dinantikan pemimpin yang sekaligus menjadi pimpinan bangsa ini. Karena tidak bisa tidak,legitimasi,pengaruh yang dilegal kan (terutama dalam konteks kenegaraan berbasis demokrasi) sangat dibutuhkan untuk mentransformasikan cita-cita dan visi kepemimpinan yang baik.
Hal ini menuntut konsekuensi yang logis. Jika sebuah komunitas mengharapkan lahirnya pemimpin yang baik maka komunitas itu harus diisi dengan individu-individu berkualitas pula. Dengan kalimat yang lebih mudah dicerna,bagaimana mungkin kita bisa mengambil makanan bergizi yang ada di tempat sampah? Sehingga patutlah kiranya kita memiliki keinginan untuk menjadi bagian pengisi komunitas berkualitas tersebut. Diantaranya tentu saja dengan memperluas hal-hal baik,manfaat,serta nilai-nilai konstruktif untuk membangun karakter kualitas itu. Tidak lain,tidak bukan,penulis ingin mengatakan,marilah menjadi serum penawar atas penyakit yang melanda Indonesia kita, jangan malah menjadi virus beracun yang semakin memperburuk keadaan.