Kamis, 20 November 2008
WAJAH KEPEMIMPINAN MASA KINI
Leadership,biasa dikenal sebagai istilah bagi kepemimpinan,merupakan tema yang sangat menarik hingga hari ini. Terutama di kalangan mahasiswa. Pembahasan yang ada mulai dari level yang ringan hingga tingkat nasional kiranya sudah sangat sering dibawa ke diskusi di berbagai tingkatan. Apalagi di usia kebangkitan nasional yang mencapai satu abad di tahun ini. Daya tarik dari tema ini sebenarnya ada pada sebuah pertanyaan besar yang sedang kita cari, atau tepatnya pertanyaan besar bangsa ini yang menjadi hal paling fundamental dan prioritas untuk dicari. Siapa yang memimpin INDONESIA?
Lalu kita akan kembali pada sebuah pemikiran dasar tentang fenomena definisi pemimpin dan pimpinan. Pimpinan lebih identik pada kekuasaan. Dia lebih berorientasi pada setumpuk tanggung jawab formal atas operasional yang “ada di sebuah meja kantor”. Kerja-kerja yang terpaku pada birokrasi kompleks yang sangat memusingkan. Hanya saja,patut untuk dipertanyakan sebesar apakah pengaruhnya pada kalangan orang-orang yang dipimpinnya. Pengaruh yang didapat dengan cara apa, akan menjadi catatan tersendiri atas aura kepemimpinan yang ia pancarkan.
Berbeda halnya dengan apa yang dibawa dan diterapkan seorang pemimpin. Bagaimana dia mempengaruhi orang lain,bagaimana narasi besar atas segala ruang lingkup kepemimpinannya,bagaimana kekuatan solving problem yang didapat dari ide-ide kelompok yang dipimpinnya yang juga akan menjawab bagaimana pemimpin itu “mencerdaskan” bawahannya untuk melahirkan ide-ide konstruktif,disertai analisis tajam tentang strategi juga penerjemahan ide-ide besar tersebut akan memberi pemahaman tentang seberapa baik kualitas kepemimpinannya.
Sehingga jika kita membicarakan kepemimpinan,sebenarnya kita sedang berbicara tentang bagaimana mempengaruhi orang lain untuk memahami,mendukung,serta membantu kita mewujudkan visi kepemimpinan. Sebagaimana seorang pimpinan identik dengan kekuasaan,maka seorang pemimpin (yang secara otomatis,dialah “orang besar”-nya) sangat mungkin jauh dari itu semua. Dan dengan sedikit mengelus dada disertai objektivitas ,yang ada pada bangsa ini kebanyakan hanyalah pimpinan dengan narasi kosong.
Telah disebutkan di atas bahwa pemimpin yang ada tentulah memberikan pengaruh besar pada yang dipimpinnya dan itu belum nampak ada pada budaya berbangsa kita. Sehingga sangat (dan sangat) dinantikan pemimpin yang sekaligus menjadi pimpinan bangsa ini. Karena tidak bisa tidak,legitimasi,pengaruh yang dilegal kan (terutama dalam konteks kenegaraan berbasis demokrasi) sangat dibutuhkan untuk mentransformasikan cita-cita dan visi kepemimpinan yang baik.
Hal ini menuntut konsekuensi yang logis. Jika sebuah komunitas mengharapkan lahirnya pemimpin yang baik maka komunitas itu harus diisi dengan individu-individu berkualitas pula. Dengan kalimat yang lebih mudah dicerna,bagaimana mungkin kita bisa mengambil makanan bergizi yang ada di tempat sampah? Sehingga patutlah kiranya kita memiliki keinginan untuk menjadi bagian pengisi komunitas berkualitas tersebut. Diantaranya tentu saja dengan memperluas hal-hal baik,manfaat,serta nilai-nilai konstruktif untuk membangun karakter kualitas itu. Tidak lain,tidak bukan,penulis ingin mengatakan,marilah menjadi serum penawar atas penyakit yang melanda Indonesia kita, jangan malah menjadi virus beracun yang semakin memperburuk keadaan.
Minggu, 14 September 2008
Penghuni Baru
Kubawa tubuhku melintasi padatnya lalu lintas ibukota. Sampai akhirnya ku berada di dekat Masjid Cut Mutia.
“Fiuh...panasnya hari ini”,ucapku sambil mengusap dahi.
Ku beranjak ke tempat wudhu. Alhamdulillah,Maha Agung Allah dengan segala nikmat-Nya. Sejuk sekali ku rasakan air itu. Makin mantap keteguhanku untuk melanjutkan persuaanku dengan-Nya.
Ku dapati beberapa orang sholat berjamaah. Aku beranjak mengikutinya. Setelah mengucap salam,ku melihat beberapa orang membentuk lingkaran. Salah satu dari mereka,ya,ku kenal wajahnya. Al hafidz Bagus Nugroho,membacakan hadits Rasul yang tersusun rapi dalam kitab Riyadush Shalihin susunan Imam Nawawi.
Agak keras beliau membacanya,hingga ku mendengar salah satu sabda Rasul yang berbunyi “Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan (pada hari kiamat) dari akhlak yang baik.” (HR. Abu Dawud)
Entah kenapa,ku merasa tertohok mendengarkan arahan Rasul yang satu ini. Ku terdiam,dalam sekejap fikirku terbang ke angan-angan. Mengingat lagi apa yang sudah kulakukan dalam menjaga akhlak. Semakin sesak di dada,kristal cair itu pun keluar dari kedua mataku. Perih,malu,merasa sangat berdosa.
“Ya Allah,apa yang sudah kulakukan !”,tanyaku dalam hati.
Jelas dalam ingatan betapa banyak teriakan,bentakan,serta sikap tak pantas yang muncul dariku. Pada ummi,abi,kakak,adik,serta sahabat-sahabatku. Orang-orang yang selalu menghadirkan doa untukku. Manusia mulia yang memberikan ruang di fikirannya pada keadaanku. Bodohnya aku jika terus menyakiti hati mereka. Sesal yang sangat mendalam menemaniku siang itu.
“Assalamualaikum warahmatullah ustadz !”,tiba-tiba ada suara lembut menyapaku ramah. Hai,aku kenal suara ini.
“Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh” ,jawabku.
“Alhamdulillah,ketemu di tempat yang berkah ni....”,benar,dia saudaraku,Indra.
“Hei,barakallah,lama nggak ketemu kemana aja,jagoan?”.
“Biasa,banyak order ni. Gimana kabar ente?”,bertanya sembari menghadirkan senyum indahnya.
“Alhamdulillah,masih diberi nafas untuk beramal !”,kujawab sambil kujabat tangannya..
“Mau kemana nih,tumben banget ada di Jakarta?”,tanyanya lagi.
“Iya nih,abis silaturahmi ke rumah nenek di Kalipasir. Ente mau kemana?” ,balasku.
“Gue mau ke pasar senen,ummi nitip barang buat rumah !”,jawabnya mantap.
“Cie...elah,dah pake lu gue ni sekarang. Makin keren aja ni orang !”.
“Lah,ente kan tau ndiri ane nongkrongnya ma sapa,so harus nyesuain dong !” ,jawabnya.
Dialah saudara seiman,sekaligus inspiratorku. Muh.Indra Siregar. Bocah batak yang sangat menyenangkan. Ku cukup dibuat kagum olehnya. Kekayaan orang tuanya tak membuatnya terlena. Dia lebih memilih mandiri dan hidup sederhana ketimbang terus meminta pada ayah dan ibunya. Benar-benar iri ku dibuatnya. Dia pun menjalankan aktivitas yang agak berbeda dengan rekan-rekan seusianya. Mahasiswa psikologi di Univ.Taruna,Depok ini lebih memilih banyak bergaul dengan orang-orang jalanan daripada dengan teman-temannya di kampus. Bukan berarti dia terasing di sana. Dia memiliki peran penting yang penting,setidaknya menurut teman-teman yang mengatakan padaku. Indra hanya memilih peluang pahala yang lebih besar,ya...peluang itu dia lihat ada di jalanan Jakarta.
Beberapa “anak buah”nya sudah cukup berhasil meniti kehidupan dengan cermat. Ada yang sukses menjadi pedagang kelontong,supir angkot,buka bengkel,hingga mahasiswa. Luar biasa ! Ku selalu ingat kata-kata produktifnya,
“Akh,orang-orang jalanan itu punya potensi sukses yang sama besarnya dengan kita. Bukankah hak mereka adalah mengenal indahnya Islam? Dan bukankah kewajiban kita untuk menginformasikan Islam? Ingat wasiat Rasul menjelang wafat,agar kita memperhatikan orang-orang miskin? Allah pun mengingatkan pada kita,’ Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.’ (Al Maa`uun 1-3). Jadi kenapa harus semua orang harus ada di kampus kalo memang di luar sana ada yang sama-sama membutuhkan informan kaya kita?”
Setelah menikmati sate padang di depan Cut Mutia,kami pun bergegas untuk melanjutkan perjalanan kami masing-masing.
“Abis dari senen,ente mau kemana ?”,tanyaku.
“Ane mau langsung pulang,dah ditungguin ummi dari tadi ! ”,ungkapnya.
“Kalo gitu salam hormat dah ma abi-ummi ya!”
“Insya Allah. Ente tu kalo lagi ke Jakarta main dong ke rumah,jangan........Inalilah.....!!!”,seketika Indra menghentikan ucapan.
Indra berlari ke tengah jalan. Ku tak menyadari apa yang sedang terjadi. Sampai.....kulihat ada seorang bocah TK yang menyeberang. Dan.........
“Cciiiiitttttt............bruk......trang...cess..........”,suara sebuah truk menyambar tubuh saudaraku.
Indra berusaha menyelamatkan anak itu dari truk yang melintas. Tubuhnya berguling-guling. Bercampur dengan tanah dan debu. Sepintas kulihat tubuh kekarnya mendekap kuat bocah itu.
Ku berlari mendekatinya. Jantungku mengisyaratkan sebuah ketakutan hebat. Degupnya kencang,semakin kencang ketika jarakku dengan Indra semakin dekat.
Kekhawatiranku beralasan. Darah segar banyak mengalir dari tubuh Indra. Dalam sekejap ku berlutut mendekap Indra. Baju putihku seketika berubah seperti kain bendera Indonesia,merah darah dihiasi putih yang suci.
“Allah.....ku mohon pertolongan-Mu pada Indraku...!”,ucapku lirih.
Matanya menatapku. Sejuk sekali. Sudah lima hari Indra terbaring di RS.Ibnu Sina. Ku ucap tahmid atas berkah-Nya pada Indra. Meski dihalangi sebuah kaca tebal,tetap saja senyuman Indra membuat bertambah indah wajahnya. Tapi...ku tak tahu apa reaksinya ketika dia tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Giliranku masuk. Di dalam kamarnya,kulihat banyak bunga segar. Kiriman dari rekan-rekan juga anak binaan Indra. Suasana kamarnya begitu berbeda dengan ruangan yang lain di rumah sakit ini. Perlahan ku mendekatinya. Kupandang wajahnya. Putih,bersih,penuh dengan kekuatan dan ketulusan.
“Assalamualaikum warahmatullah”,sapaku.
“Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh”,jawab Indra lengkap.
Kujabat tangannya. Dingin,entah kenapa. Lalu kupeluk badannya sambil mempertemukan pipi-pipiku dengan pipi-pipinya.
“Gimana keadaan antum,ndra?”,tanyaku.
“Alhamdulillah...seperti yang antum lihat lah. Tak kurang satu apapun dari nikmat Rabbku.”,Kata Indra.
Aku sedikit kaget. Benarkah Indra belum mengetahui keadaan yang sebenarnya? Atau memang daya untuk ikhlas itu sangat besar melekat pada hati mulianya.
“Apa kata dokter”,tanyaku lagi sembari memijat ringan tangannya.
“Ehm...apa ya? Katanya aku harus segera berlatih untuk menggunakan kaki palsuku.”,Indra menjawab.
“Jadi,antum......sudah tahu kalau kaki antum itu... sekarang.....sudah....ehm....sudah......”.
“Diamputasi maksudnya?”,Indra memotong kataku.
“Ehm....”,gumamku sambil menganggukkan kepala.
“Ana udah tahu dari kemarin akh.”,Indra berkata.
“Lalu...?”,balasku.
“Ya....Innalilahi wa inna ilaihi rajiuun. Tapi kaki ana kan punya Allah,jadi kalo mau diambil sama yang punya,ana harus ridho dong!”,jawabnya sambil tersenyum bijak dan menahan rasa nyeri akibat amputasi.
“Subhanallah.....Barakallahu fik akhi......Allah ridho padamu,Insya Allah !”, jawabku sambil kupeluk dia.
Tak terasa air mataku membasahi baju Indra. Sungguh kekagumanku semakin memuncak padanya. Allah memberkahinya dengan keikhlasan hati yang baik.
Kecelakaan itu telah membuat perubahan. Indra selamatkan bocah kecil itu dengan mengorbankan kaki kirinya. Hancur dan remuk,hingga dokter memutuskan untuk mengamputasinya. Tak ada pilihan lain. Untuk kelangsungan hidup Indra. Sungguh,ku semakin mengagumi dan mencintai Indra atas keimanan dan keikhlasannya. Ya Allah,karuniakan kebaikan pada saudaraku!
Siang yang indah. Akhirnya ku berkesempatan untuk silaturahmi ke rumah Indra. Ingin sekali kulihat kemajuan Indra memakai kaki sintetik buatan Jerman. Oleh-oleh dari rekan di Mesir.
Sampai di stasiun Cikini,aku pun mempercepat langkahku. Kudapati sebuah taksi. Terlihat seperti menunggu penumpang. Dengan sigap,sopir taksi itu mempersilahkan taksinya. Ramah sekali. Ah...andai semua orang punya sikap seperti ini. Tapi,lamunanku itu dengan segera kuhentikan. Semakin kuat rasa rinduku pada Indra. Maka semakin ku percepat langkahku.
“Assalamualaikum!!!”,salamku sembari mengetuk pintu rumah Indra.
Dadaku cukup bergetar. Tapi,bahagia menyelimuti hati. Hampir tak bisa terungkapkan. Indah nian rasa jatuh cinta ini. Apalagi cinta berdasarkan keimanan.
“Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.....siapa?”,suara Ibu Indra menjawab.
“Saya ummi,Wira.... ”,aku pun menjawab.
“Alhamdulillah..nak Wira,gimana kabarnya? Mari masuk,silahkan duduk!”,tanya beliau setelah membukakan pintu.
“Kabar baik mi,alhamdulillah. Abi sama ummi gimana kabarnya?”.
“Kabar kami pun alhamdulillah,yang penting sehat nak,biar bisa ibadah !”,jawab beliau.
“Abi kemana mi?”,sambil mataku mencari seseorang.
“Ada kok,lagi dhuha di kamar,bentar lagi juga beres ! Gimana kabar orang tua nak Wira?”beliau kembali bertanya.
“Alhamdulillah,hanya kadang abi masih kambuh diabetesnya. Kalo ummi mah,kasihan ma varisesnya. Kalo dah terasa,masya Allah,gak tega lihatnya. ”,sahutku memberitahukan.
“Ummi,ngomong-ngomong Indra ke mana? Apa sedang istirahat?” ,tanyaku.
“Indra....hhmmm sedang.....hhmmmm.......”,jawab ummi seakan penuh keraguan.
“Kenapa dengan Indra mi...?”,hatiku mulai berpikir yang tidak biasanya.
“Hhhmmm....Indra.....”,jawabnya lagi.
“Aduh,ummi mah seneng bikin penasaran ya? Kenapa dengan Indra mi?”,semakin bingung ku mendengarnya.
“Sebentar,ummi panggil abi dulu ya!”,ucapnya lirih.
“Ya mi,Wira tunggu ya.”,sahutku dengan maksud bergurau.
Sekitar lima menit kemudian,ayah dan ibu Indra hadir menemuiku. Kulihat wajah mereka yang seakan menyimpan suatu hal berat. Ayah Indra tampak membawa sepucuk amplop di tangan kanannya.
“Assalamualaikum,nak Wira !”,ayahnya menyapaku.
“Waalaikumussalam abi...gimana kabarnya? Sehat kan?”,sahutku sambil menjabat tangannya.
“Alhamdulillah...baik nak !”,jawab beliau diplomatis.
Ayah Indra duduk tepat di depanku. Sedangkan Ibu Indra di samping kirinya. Mereka memulai pembicaraan itu dengan berat. Sungguh,terasa sekali.
“Begini,nak. Hmmm...Indra.....hanya menitipkan ini untukmu. Dia pergi! Sekitar empat bulan yang lalu.”,kata ayah sambil menyodorkan amplop itu ke hadapanku.
“Pergi ke mana bi?”,tanyaku.
“Pergi ke...ke.....”,jawab ayah ragu-ragu.
“Pergi ke mana?”,ulangku.
“Katanya dia pergi ke negeri Allah yang diamanahkan kepada para Nabi. Dia pun mengatakan pada kami,dia tidak tahu apakah dia bisa kembali bertemu dengan kami atau tidak. Dia.....pergi dengan kemantapan hati yang kuat. Abi dan ummi belum pernah melihat Indra melakukan sesuatu yang sangat mantap seperti empat bulan kemarin...Indra...Indra...”,bicara ayah terputus.
“Kenapa Indra bi?”.
“Dia berpamitan,memeluk kami. Senyumnya mengembang. Tulus sekali. Abi belum pernah melihat Indra seceria itu nak !”.
Hatiku menjadi sangat bergejolak. Aneh sekali. Deskripsi ayah dan ibu Indra seakan tidak menggambarkan apapun dari kejadian sebenarnya.
Akhirnya aku pun berpamitan kepada mereka berdua. Hatiku membawa sebuah kekecewaan. Tidak bertemu dengan saudara terhormatku. Tapi,bukan hanya itu yang membuatku kecewa. Sepanjang perjalanan menuju ke rumah,aku terus berpikir. Mengapa Indra tak mengatakan apapun padaku,saudaranya. Jika memang ada masalah,bukankah aku juga berhak membantunya. Bukankah aku juga berhak untuk mengetahuinya. Berhak untuk memperhatikannya. Berhak untuk mendukungnya,atau pun menjadi bahan bakar bagi kobaran semangatnya.
Hampir ashar ku sampai di rumah. Setelah mengambil wudhu,ku duduk bersandar di kursi kamar. Dengan segenap rasa ingin tahu,ku mulai membuka amplop yang diberikan ayah Indra padaku.
“Bismillahirohmaanirrohiim....”,kuawali.
Tulisan tangan Indra tak berubah. Cukup jelek untuk ukuran mahasiswa cerdas sepertinya. Tapi,menurutku,isinya pasti lebih menarik daripada nilai seni tulisannya. Ku membacanya perlahan.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Kepada Yang Tercinta Akhuna Muh.Gagah Prawira,saudaraku yang selalu berusaha menjadi jalan kebaikan bagi banyak hamba-hamba-Nya.
Ana tidak tahu apa yang terjadi dengan ana saat antum membaca surat ini. Yang jelas ana sudah tidak ada di Indonesia. Ana berhijrah ke sebuah negeri milik para utusan Allah. Negeri yang menjadi universitas amal sekaligus jihad yang sebenarnya. Negeri yang diperebutkan. Tempat baitul maqdis berada. Persinggahan Rasul saat Isra Mi`raj yang fenomenal itu terjadi.
Tak perlu antum risau. Ana melakukan ini bukan tanpa pertimbangan. Ana sudah menunaikan amanah ana pada abi dan ummi. Mereka pun ikhlas,ridho. Dan ana berharap seperti itu pula pada antum.
Betapa ana ingin mempersembahkan sisa usia ini sebagai persembahan terbaik bagi Allah. Jika ini jauh dari kesempurnaan dan keikhlasan beramal,ana berlindung pada Allah dari kesia-siaan dan sifat ujub. Ana tidak mengirim surat ini untuk mengatakan bahwa ana melakukan hal yang lebih baik dari antum. Hanya saja,ana berharap medan jihad ini bisa menjadi wasilah agar kita kembali bisa bertemu di sebuah tempat yang dijanjikan. Tempat yang dialiri sungai-sungai yang indah. Tempat dimana kita mampu melihat Rabb. Tempat di mana bidadari-bidadari-Nya berada untuk menemani kita. Tempat kita berkumpul dengan Rasul yang mulia.
Ana harap,doa-doa kita,saling bertautan. Walaupun untuk sementara kita dipisahkan dengan tempat dan waktu. Hati kita tetap dekat akh. Karena Allah,ya...karena Allah.
Tetaplah berjihad di medan kita masing-masing. Keluarga,tetangga,kota,propinsi,dan negara kita masih membutuhkan arahan-arahan,kerja keras,juga keikhlasan antum dalam berdakwah. Ketika antum mulai bosan dengan dakwah ini,ingatlah,antum memiliki seorang saudara yang selalu mengharapkan kebaikan dan keberkahan pada antum,ya...dia bernama Muhammad Indra Siregar.
Kita berpisah tidaklah lama. Maka,persiapkan pertemuan kita nanti. Pertemuan kita di jannah-Nya. Pertemuan dengan cara yang indah. Pertemuan yang membawa berkah. Pertemuan suci berdasarkan cinta dan keimanan atas kemuliaan dan Yang Maha Mulia.
Selamat berjihad saudaraku. Innallaha ma`ana. Doakan ana selalu. Sampai bertemu lagi.
Jazakumulloh khoiron katsira.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Saudaramu,Al Fakir Adh Dhoif Ilallah
Muhammad Indra Siregar
Senyumku mengembang. Diiringi hujan yang menyejukkan bumi Allah. Juga linangan air mata keharuan yang membasahi pipi. Demi Allah,aku sangat ridho dengan apa yang dilakukannya. Indah nian kata-kata Indra.
“Keberkahan pada dirimu,akhi....”,ucapku lirih.
“Rabithahku....tak pernah lepas...insya Allah. Ya Rabb,pertemukan kami di jannah-Mu.”
Arti raut muka
Peace,,
Mohon maaf lahir batin y,,
Selasa, 09 September 2008
Minggu, 07 September 2008
Legislative moment
Beberapa waktu yang lalu
Tapi harapan selalu ada, semoga kita bisa belajar dari pengalaman untuk membenahi parlemen kita dimulai dari diri kita dalam memilih seorang wakil rakyat yang benar-benar memperjuangkan kepentingan rakyat dan para wakil rakyat yang berkualitas baik intelektualitasnya, iman dan akhlaknya. Wallahu’alam. Dta
Bebagi cerita indah^^
Assalamu’alaikum Wr Wb..
Kaifa haluk Petarung Sejati?
Bagaimana kabar iman?Kabar hati?Kabar fisik?Semoga selalu baik dan menapak maju.
Bagaimana kabar Ramadhannya? Target-target ramadhannya?!
Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi SAW, beliau bersabda : ”Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala dari Allah, ia akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. HR Bukhari.
Semoga Ramadhan kali ini bisa lebih baik dari ramadhan kemarin dan dapat merubah pribadi kita menjadi pribadi yang lebih berkualitas, lebih bermanfaat bagi orang lain, lebih profesional dalam menjalankan amanah n lebih luar biasa dengan karya-karya besar yang kita hasilkan, amiin. InsyaAllah..
Sebenarnya sudah lama saya ingin menuliskan pengalaman ini dan berbagi dengan yang lain, tapi karena g sempet2(lho kok) jadinya lupa deh, peace.
Berawal dari cucurak(katanya sih dari bahasa sunda) yang artinya makan-makan sebelum ramadhan, yang diadakan oleh BPH Pusat KAMMI IZZAL IPB.
Saya sangat bersyukur, bisa merasakan ukhuwah yang begitu indah disini. Alhamdulillah akhawat yang datang cukup banyak dan sudah mewakili masing-masing departemen dan badan. Masing-masing kemudian memberi kesan-kesan pribadi selama di KAMMI, terutama tentang ukhuwah yang begitu indah terasa dan sistem kaderisasi yang begitu rapi tuk meningkatkan kualitas kami sebagai pengurus dan kader KAMMI.
Masing-masing mempunyai cerita yang berbeda-beda yang membuat saya tergelitik, mengiyakan, dan kaget. Salah dua diantaranya Rodiah staff BK KAMMI IZZAL IPB yang mengatakan ”KAMMI itu seperti keluarga, mas-mas dan mbak-mbaknya begitu baik membimbing saya”. Lalu Rahma Vida staff DKP KAMMI IZZAL IPB juga mengatakan klo ”KAMMI itu seperti keluarga..., apalagi DKP. Saya merasakan suasana kekeluargaan yang sangat indah di KAMMI”. Dan komentar-komentar lainnya yang tak kalah menariknya dan membuat kita untuk kemudian sepakat dan mengatakan bahwa ”aku jatuh cinta pada KAMMI”^-^
Semoga rasa cinta yang muncul ini dapat membuat kita untuk terus semangat dan optimis dalam menjalankan amanah-amanah dalam wajihah dakwah yang telah kita pilih ini. Karena dengan cinta, kita dapat melakukan semua hal dengan sungguh-sungguh sepenuh hati. Dengannya kita dapat menjalankan semua hal tanpa merasa terpaksa. Dengannya kita dapat optimal untuk memberikan yang terbaik yang kita bisa. Cinta yang hakiki adalah cinta-Nya pada kita, n cinta yang karena Allah. Dan sekarang, ternyata aku menyadari bahwa.. ”Aku jatuh cinta pada KAMMI”.
Hal ini pun di setujui oleh Reti staff DKP KAMMI IZZAL IPB setelah pulang dari MK Klasikal, so kita tunggu sepak terjangnya mu Ret!!OK?!^-^
Dta
Senin, 01 September 2008
SEMANGATT!!!^^
Raih impian dengan melaksanakan target2 kita. OK?!