Senin, 25 Februari 2008

PERNYATAAN SIKAP POLITIK

KESATUAN AKSI MAHASISWA MUSLIM INDONESIA

(KAMMI) PUSAT

MENYIKAPI KONDISI KEBANGSAAN SAAT INI

AYO BERGERAK LAWAN REZIM PENINDAS RAKYAT !!!

Sejak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (JK) terpilih menjadi presiden RI tahun 2004 yang lalu hingga sekarang, kondisi kesejahteraan rakyat secara umum tidak ada perbaikan yang nyata. Jumlah rakyat miskin bertambah banyak, dan tidak mengalami perubahan secara signifikan meski berbagai usaha telah dilakukan. Malah menurut BPS, jumlah rakyat miskin di tahun 2006 meningkat menjadi 39,05 juta orang dari tahun sebelumnya yang berjumlah 35 juta orang. Di tahun 2007, meski pemerintah melalui BPS mengumumkan jumlah penduduk miskin turun menjadi 37,17 juta orang atau 16,58 persen dari total penduduk Indonesia selama periode bulan Maret 2006 sampai dengan Maret 2007, tapi Bank Dunia menyatakan jumlah penduduk miskin di Indonesia tetap di atas 100 juta orang atau 42,6%. Ini didasarkan pada perhitungan penduduk yang hidup dengan penghasilan di bawah USD 2/hari/orang, dari jumlah penduduk Indonesia 232,9 juta orang pada 2007 dan 236,4 juta orang pada 2008.

Di bidang ketenagakerjaan, misalnya, menurut data Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), pengangguran di Indonesia yang sekitar 40 jutaan telah menjadi ancaman buat ASEAN, di mana kontribusi Indonesia pada angka pengangguran di wilayah itu mencapai 60%. Pada sektor pendidikan, alokasi anggaran pendidikan yang hanya 11,85 % dari mandat sebesar 20 %, mengindikasikan pemerintah tidak peduli dengan banyaknya anak-anak miskin yang putus sekolah di saat keluarganya terbebani biaya ekonomi yang tinggi. (http://jcsc- indonesia. blogspot. com/2007). Education Watch Indonesia menyatakan bahwa angka siswa putus sekolah di Indonesia mencapai 36,73%.

Dalam bidang perekonomian, pemerintah lebih mendengarkan arahan IMF dengan menerapkan Washington Consensus yang menetapkan privatisasi dan liberalisasi ekonomi sebagai ujung tombak kebijakannya. Padahal privatisasi dan liberalisasi perekonomian justru akan semakin menjauhkan upaya pemerinyah dalam memenuhi hak kesejahteraan bagi rakyat, karena pengelolaan public goods (kebutuhan publik) diserahkan kepada sektor privat/swasta yang bernalar untuk mengeruk keuntungan bukan memberikan pelayanan. Hal ini jelas bertentangan dengan UUD 1945 yang telah menetapkan bahwa public goods mestinya dikelola oleh negara untuk digunakan bagi kesejahteraan rakyat banyak (UUD 1945 Pasal 33).

Fakta menunjukkan, dengan payung liberalisasi dalam investasi dan privatisasi sektor publik, perusahaan multinasional asing seperti Exxon Mobil Oil, Caltex, Newmount, Freepot, dan lainnya dengan mudah mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia dan semua potensi ekonomi yang ada, sehingga kontribusi SDA Migas dan Non Migas terhadap APBN makin lama makin sedikit. Sementara, privatisasi sektor publik mengakibatkan kenaikan perkwartal harga-harga seperti; Tarif dasar listrik (TDL), telepon, dan Bahan bakar minyak (BBM).

Dari sisi pengeluaran, terdapat alokasi belanja yang sangat kontradiktif, di mana dana pajak yang dipungut dari masyarakat dengan susah payah, yang semestinya dibelanjakan untuk kepentingan rakyat, ternyata sebagian besar untuk membayar utang yang rata-rata tiap tahun sebesar 25-30 % dari total anggaran. Sebagai contoh, Dalam APBN-P 2007, anggaran belanja subsidi BBM dan lainnya sebesar 105 trilyun, sedangkan pembayaran utang bunga Rp 83,5 trilyun dan cicilan pokok Rp 54,7 trilyun atau total sebesar Rp 138,2 trilyun. Jelaslah bahwa penyebab defisit APBN bukanlah besarnya subsidi melainkan utang yang sebagian besar hanya dinikmati oleh sekelompok kecil, yaitu konglomerat untuk kepentingan restrukturisasi perbankan.

Korupsi

Parahnya korupsi di Indonesia dibuktikan oleh hasil survei yang dikeluarkan Political and Economic Risk Consultancy (PERC) Hong Kong yang dilaksanakan pada Januari–Februari 2007 lalu, yang menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup kedua di Asia atau sejajar dengan Thailand. Indonesia bersama Thailand menduduki peringkat kedua dengan skor 8,03, setingkat di bawah Filipina yang mendapat nilai 9,40. Bagi Indonesia, hasil ini sedikit lebih baik dari tahun lalu di mana Indonesia mendapat nilai 8,16.

Posisi ini menegaskan bahwa Indonesia tidak lebih baik dari negara-negara benua Afrika, seperti Togo, Burundi, Etiopia, Republik Afrika Tengah, Zimbabwe, dan negara tetangga, Papua Nugini, yang juga bersama-sama Indonesia menempati urutan 130 dunia. Berarti, pemberantasan korupsi belum mencapai sasaran yang diinginkan.

Sementara itu, menurut laporan Transparency International Indonesia (TII), Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia turun dari 2,4 di tahun 2006 menjadi 2,3 di tahun 2007. Artinya, tingkat korupsi di Indonesia meningkat dan masuk ke dalam negara yang dipersepsikan terkorup di dunia .

Dari 180 negara yang disurvei TII, Indonesia menduduki peringkat 143. Skala peringkat IPK mulai dari 1 sampai 10. Semakin besar skor IPK suatu negara, semakin bersih negara tersebut dari tindak pidana korupsi. Sebagian besar responden dalam penentuan peringkat IPK adalah pengusaha yang berhubungan langsung dengan birokrat yang korup.

Di bawah kepemimpinan SBY JK memang terlihat ada pejabat atau mantan pejabat yang dimajukan ke pengadilan, tapi sayangnya pemberantasan korupsi tersebut masih bernuansa politik balas dendam dan terlihat tebang pilih. Misalnya, sejauh ini belum terlihat para pengemplang BLBI dan para pejabat yang bertanggungjawab yang telah merugikan negara ratusan triliun diadili. Yang terjadi, Mahkamah Konstitusi (MK) justru mencabut beberapa instrumen hukum pemberantasan korupsi. Pertama, dengan membatalkan aspek keadilan material atau hanya mengakui keadilan legal formal. Yang memilukan lagi, MK juga membatalkan kewenangan Komisi Yudisial untuk mengawasi perilaku para hakim. Sementara ide pembuktian terbalik yang diyakini akan sangat efektif menjerat para koruptor, hingga kini juga tidak mendapat respon semestinya dari parlemen.

Katanya Presiden SBY akan memimpin langsung pemberantasan korupsi di negeri ini dan memulainya dari istana terlebih dahulu, tapi faktanya pada kasus Yusril Izha Mahendra (Mensesneg waktu itu) dengan Taufiqurrohman Ruki (Ketua KPK saat itu) bisa selesai secara 'adat'. Artinya SBY malah melindungi para Koruptor bukannya memberantas korupsi sebagaimana janji-janji pada saat kampanye dulu.

Gagalnya penanganan kasus korupsi juga dipicu oleh rendahnya integritas para penegak hukum itu sendiri. Yang paling menyakitkan adalah ketika mega korupsi diselesaikan secara politik, seperti dalam kasus BLBI. Majalah GATRA No. 27 thn XIII (17-23 Mei 2007) menulis pernyataan mantan Jaksa Agung, Abdurahman Saleh, yang mengungkapkan bahwa semasa Presiden Megawati dikeluarkan surat keterangan lunas bagi para obligor BLBI. Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, kasus BLBI diselesaikan melalui skema master settlement and acquisition agreement (MSAA). Pertanyaannya adalah, apakah semua keputusan politik itu diberikan tanpa kompensasi apapun dari para koruptor?Lalu bagaimana sikap Rezim SBY-JK terhadap kasus Korupsi ini?karena sampai detik ini para koruptor tersebut belum ditangkap dan harta kekayaannya pun belum disita untuk rakyat.

Sidang interpelasi BLBI yang tidak dihadiri presiden pada selasa 12/02 ( kompas 13/02/08 ) disenayan kemarin menuai banyak interupsi dan aksi walk Out anggota Fraksi di DPR, hal ini terjadi karena presiden selalu mendelegasikan jawaban yang diajukan melalui "pembantu-pembantuny a," dimana banyak terjadi ketidak sempurnaan ( Kesalahan, Kekurangan dan atau manipulasi ) berkas- berkas yang terkait dengan hak jawab presiden pada sidang interpelasi tersebut. Ini menunjukkan presiden SBY selaku kepala negara memang tidak siap menjadi presiden atau jangan – jangan ia memang ikut melindungi para Koruptor kakap itu sebagaimana presiden-presiden terdahulu. Pertanyaannya ialah jika kepala negaranya saja sudah tidak serius dalam mendukung upaya penyelesaian Korupsi BLBI, lalu siapakah yang akan menuntaskan kasus ini jika pucuk tertinggi negara ini saja selalu berlepas diri (Cuci tangan) dengan alasan – alasan yang tidak masuk akal?

Intervensi Asing

Sepanjang kepemimpinan SBY-JK ini, kita merasakan derasnya arus intervensi asing, khususnya yang dilakukan oleh negara-negara adidaya seperti AS dan Inggris. Tentu itu semua bisa terjadi karena kita selalu lemah dan selalu mau diintervensi baik di lapangan ekonomi maupun politik. Di bidang politik di antaranya bertujuan untuk menjaga agar Indonesia tetap dikuasai oleh kekuatan politik yang sealiran dengan kepentingan AS. Diantaranya adalah; penandatanganan perundingan kerjasama pertahanan (Defence Cooperation Agreement/DCA) dengan Singapura. Perjanjian ini memberikan hak latih bagi militer Singapura di wilayah Indonesia yang membentang antara Pulau Natuna Besar dan Kepulauan Anambas. Bayangkan saja, kita (baca: Indonesia) sebagai negara yang berdaulat dan kaya akan suber daya alam, malah mengizinkan negara-negara lain mengeruk habis kekayaan alam, bahkan membiarkan negara lain untuk berlatih perang ditanah kekuasaannya. Ini adalah pertanda bahwa Rezim SBY-JK tidak lain merupakan Rezim boneka Asing!

Pendidikan

Pendidikan di negara ini sedang dikapitalisasi dan diliberalisasi. Pembahasan RUU Badan Hukum Pendidikan (BHP) telah selesai dan siap di uji publik. Privatisasi pendidikan melalui BHMN/BHP membawa konsekuensi berupa pengelolaan lembaga/instansi pendidikan yang lebih otonom. Jika sebelumnya pengelolaan lembaga/instansi pendidikan khususnya negeri didominasi oleh pemerintah, maka dengan adanya privatisasi lembaga/instansi pendidikan memiliki kewenangan yang lebih dalam mengelola lembaganya.

Rezim SBY-JK semenjak terpilih Tidak pernah merealisasikan Anggaran pendidikan yang ditetapkan Undang-undang yakni sebesar 20% dari total APBN. Sampai tahun 2007 kemarin saja, pemerintah hanya mengalokasikan Rp 90.10 triliun (hanya 11.8% dari APBN). Lagi-lagi SBY-JK terbukti melanggar konstitusi negara. (Lihat amandemen keempat UUD 1945 Pasal 22).

Kini, peran pemerintah dalam sektor pendidikan semakin dikurangi, termasuk masalah dana. Konsekuensinya dana pendidikan akan diambil dari masyarakat (dalam bentuk SPP dan non-SPP). Sebagai contoh, ITB tahun 2007 butuh Rp 392 miliar, untuk itu diberlakukan SPP reguler 2006/2007 Rp 3.25 juta/semester; Sekolah Bisnis Manajemen dikenakan Rp 625.000,00/SKS. Fakultas Kedokteran salah satu PT di Jawa memungut Rp250 juta – 1 milyar. Kalau ini terus berlanjut maka orang miskin 'dilarang sekolah'. Kapitalisasi dan liberalisasi ini berlaku mulai Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Ketika dana dari pemerintah minim, kampus dijadikan alat untuk menghasilkan uang, atau dana berasal dari pinjaman asing. Akibatnya, terjadi ketergantungan dana pada pihak asing, khususnya Bank Dunia dan ADB. Hal ini menciptakan 'penjajahan' kurikulum, kultur, dan isi otak sumber daya manusia Indonesia. Dan akibatnya, rakyat menjadi kuli di negerinya sendiri.

Politik Luar Negeri

Sementara itu, politik luar negeri Indonesia terlihat semakin meninggalkan prinsip 'bebas dan aktif' nya. Beberapa kebijakan luar negeri yang diambil justru semakin menunjukkan Indonesia lebih berkiblat pada kepentingan Barat terutama AS dan sekutunya. Dukungan Indonesia terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1747 yang memberikan sanksi terhadap Iran misalnya, menjadi salah satu bukti bahwa Indonesia tunduk pada tekanan AS.

Penjajahan atas Palestina masih terus berlangsung. Kedatangan Presiden Palestina, Mahmoud Abbas ke Indonesia Senin (22/10/07), tidak bisa dilepaskan dari kerangka kebijakan AS. Tujuannya adalah untuk meminta dukungan pemerintah dalam konferensi di Annapolis yang disponsori Amerika Serikat, November 2007 lalu. Konferensi itu sarat dengan kepentingan AS dan Israel, tampak dari tidak dilibatkannya Hamas. Padahal Hamas mendapat dukungan yang luas rakyat Palestina. Kesediaan Indonesia hadir dalam konferensi Annapolis mengundang kecaman dari Pimpinan Hamas di Jalur Gaza, Mahmud Zahar, "Saya sangat kecewa pada pemerintah Indonesia yang telah mengkhianati rakyat Palestina", ujarnya. Semua ini makin mempertegas bahwa Indonesia pro AS dan Israel.

Sementara itu, Indonesia malah secara diam-diam menjalin hubungan baik dengan Israel yang merupakan 'anak emas' AS. Sudah terjalinnya hubungan baik ini secara terbuka diakui Shimon Peres (Presiden Israel) menyatakan, bahwa underground relations (hubungan bawah tanah) Indonesia dengan Israel telah terbangun lama. "Kami punya hubungan baik dengan Mesir, Jordania, Turki dan juga Indonesia," ujarnya. (Jawa Pos, 4/11/2007).

Berkenaan dengan realita tersebut diatas, Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) menyatakan sikap sebagai berikut;

1. Bahwa Rezim Kabinet Indonesia Bersatu yang di pimpin oleh SBY – JK, hingga detik ini, belum secara nyata menunjukan kebijakan yang berpihak kepada rakyat. Hal ini telah mempertegas KEGAGALAN pemerintahannya dalam mengemban amanah rakyat untuk melakukan perubahan di negeri ini. Untuk itu, KAMMI mendesak kepada SBY – JK agar Menyudahi Politik kamuflase nya dan segera membuat kebijakan nyata yang berpihak kepada rakyat dan bangsa.
2. Mendesak kepada SBY-JK untuk segera menurunkan harga-harga kebutuhan pokok masyarakat, mengatasi krisis pangan nasional yang terjadi agar tidak semakin menambah jumlah kemiskinan dan pengangguran di negeri ini
3. Mendorong kepada segenap lapisan masyarakat dan bangsa untuk meneguhkan niat, semangat dan gerakan di tahun 2008 sebagai tahun penegasan kembali kedaulatan dan kemandirian bangsa. Hal ini bisa ditempuh dengan cara melakukan nasionalisasi aset-aset strategis (sumber daya mineral, energi dan telekomunikasi) , memberikan akses pendidikan murah dan mudah bagi semua lapisan masyarakat dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, memperkuat basis ekonomi kerakyatan dengan memberikan proteksi kepada UKM, membatasi liberalisasi ekonomi nasional dan memperkuat basis pertahanan dan keamanan nasional.
4. Mendorong dan mendukung munculnya pemimpin nasional yang berjiwa muda, progresif, berpihak kepada kedaulatan dan kemandirian nasional dan memiliki kemampuan mengelola potensi nasional.
5. Menyerukan kepada segenap kader KAMMI, elemen-elemen masyarakat dan bangsa untuk tetap melakukan gerakan oposisi kritis terhadap pemerintahan saat ini, karena sudah berulang kali mengeluarkan kebijakan yang tidak berpihak kepada keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat.

Demikianlah Pernyataan sikap kami, sebagai bentuk kepedulian dan rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap NKRI. Semoga kiranya Allah SWT memberikan keselamatan pada bangsa kita, bangsa yang kita cintai, Indonesia. Ayo Bergerak, Lawan Rezim Penindas Rakyat! Merdeka !

Jakarta, 15 Februari 2008

Pengurus Pusat

Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI)

Taufiq Amrullah, ST, ME Rahman Toha Budiarto, ST

Ketua Umum Sekretaris Jendral

Cp: 08161188905 Ariyanto Hendrata (Kabid.Kebijakan Publik)

Tidak ada komentar: