Kondomisasi Bukan Solusi
Muhammad Gagah Prawira
(Kadept.Kebijakan Publik KAMMI
Komisariat Institut Pertanian Bogor)
“Suatu hari ada 3 orang yang berasal dari Jerman,Jepang,dan Indonesia. Perbincangan mereka berkutat tentang pengolahan bahan-bahan bekas di negara masing-masing.
Orang jerman itu berkata,”Di negara saya,susu-susu basi yang ada dapat kami olah menjadi keju&kami ekspor ke negara-negara berkembang di Asia tenggara khususnya Indonesia.”
Kemudian si Jepang menjawab,”Kalau di tempat saya,alat-alat elektronik yang sudah tidak layak pakai,khususnya komputer akan kami modfikasi dan kami ekspor ke Indonesia,ya minimal negara kami bisa mengurangi limbah elektronik.”
Lalu akhirnya orang Indonesia ini angkat bicara,”Lain lagi kalau di negara saya. Inovasi kami sangat unik dan mencengangkan. Permen karet yang tuan-tuan makan selama ini berasal dari mana?”
“Dari Indonesia”,jawab si Jerman dan si Jepang.
“Nah,permen karet yang anda konsumsi itu berasal dari modifikasi dan inovasi pangan negara kami yang kami olah khusus untuk selanjutnya kami ekspor. Anda tahudari apa permen itu dibuat?”, orang Indonesia ini kembali bertanya.
“Tidak,kami tidak tahu.”,kata si Jepang.
“Permen karet yang kami ekspor itu berasal dari KONDOM BEKAS yang warga masyarakat kami konsumsi.”,jawab si Indonesia sambil tersenyum simpul.”
Terlepas dari cerita itu benar-benar ada atau tidak kita mulai bertanya-tanya apakah mungkin Indonesia akan membuat permen karet dari kondom bekas? Itu dikembalikan lagi pada pembaca masing-masing. Hanya yang ingin disampaikan adalah bagaimana mungkin bangsa besar ini (baca:Indonesia) akan berusaha melegalkan kondom yang selama ini telah menjadi icon sangat-sangat tabu untuk diperbincangkan.
Apakah pola pikir warga Indonesia yang semakin berkembang baik atau yang terjadi justru adanya hal-hal nyeleneh yang diakibatkan kejeniusan yang tidak terkawal oleh akhlak yang baik. Bagaimana mungkin kita berharap akan sampai ke sebuah pulau idaman sedangkan perahu kita menuju sebuah pusaran air yang benar-benar bisa menghancurkan perahu yang kita tumpangi. Lebih jelasnya,bagaimana mungkin kita berharap adanya kesejahteraan di negeri ini tanpa dibarengi pembangunan fisik dan akhlak yang sinergis dan optimal? Bahkan yang ada malah kebijakan-kebijakan yang mengarah pada hal-hal yang tidak jelas. Ditambah lagi sepertinya masalah moral belum menjadi prioritas di bangsa ini.
Coba kita tengok beberapa tempo yang lalu. Bagaimana peliknya penggodokan RUU Aksi Pornografi dan Pornoaksi yang hingga saat ini belum rampung. Belum lagi lahirnya majalah mesum “Playboy” yang jelas-jelas merusak nama baik media dan juga ditolak sebagian besar warga Indonesia dan uniknya hingga hari ini majalah sampah ini masih terbit dan dapat diakses bebas oleh siapa dan kapanpun. Terakhir,hal yang mengejutkan adalah adanya upaya untuk melegalkan kondom bagi masyarakat dengan dalih mengurangi ancaman virus HIV/AIDS.
Adanya pelegalan kondom lebih bermaksud memberikan pemikiran mesum (tepatnya kotor jika penulis boleh mengatakannya). Sebab,dengan pelegalan kondom akan memperluas akses masyarakat akan barang ini. Bisa dibayangkan apa yang terjadi jika yang mengakses barang ini adalah anak-anak/adik-adik kita? Maka memori otak yang berada di usia cemerlang itu akan terkotori dengan adanya pemikiran yang belum waktunya untuk diketahui.
Belum lagi para remaja saat ini. Di usia-usia itulah mereka berusaha meneksplorasi,mencari jati diri,menemukan identitas dan kepribadian yang ada pada dirinya. Hal ini tentu sangat tidak produktif karena saat itu harusnya yang dilakukan adalah upaya pengembangan kapasitas diri sebagai generasi yang harus memiliki kompetensi di bidangnya masing-masing. Jika saat itu pemikiran mereka terasuki hal-hal yang mengundang nafsu tentu saja kita bisa memprediksi apa yang terjadi dengan kepribadian mereka? Lalu secara lebih jauh,GENERASI APA YANG MUNCUL DI TENGAH-TENGAH KITA? Jangan-jangan ‘generasi sampah lagi-sampah lagi!!’
Dampak lain dari pelegalan kondom ini adalah semakin memberikan lampu hijau akan adanya seks bebas. Sehingga akan ada sebuah jargon buruk,”Zina bolehlah asalkan save.” Dari penelitian yang dilakukan oleh Prof Dr Kasuwi Saiban merujuk pada seorang peneliti di Jogjakarta menyebutkan bahwa 97,05% dari 1660 mahasiswi (sekitar 1611 orang) sudah tidak perawan,kemudian data yang didapat oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) menyebutkan bahwa sekitar 15 persen remaja Indonesia pernah berhubungan seks pranikah,lalu data dari penelitian yang dilakukan oleh Annisa Foudation pada tahun 2006 kepada para pelajar di tingkat SMP dan SMA di Cianjur,Jawa Barat terungkap fakta bahwa 42,3 persen pelajar telah melakukan hubungan seks yang pertama di bangku sekolah.
Dari fenomena itu apakah belum cukup adanya hal yang harus kita benahi dari moral bangsa ini? Ataukah kita hanya berusaha mencari inovasi atau terobosan baru sebagai alasan untuk menutup mata dari hal ini? Jika ingin mengurangi bahkan memberantas seks dan pergaulan bukanlah dengan cara “tebar kondom”. Tapi seharusnya adalah upaya serius dan intensif untuk menanamkan kesadaran bahwa pergaulan yang tidak sehat adalah peluang besar untuk menghancurkan generasi dan tentunya kesadaran sebagai bangsa yang bermoral,bermartabat,dan beragama untuk mengatakan dengan lantang“ZINA ADALAH DOSA BESAR!!”
(CP.085710521045---Hanya menerima SMS---)
Senin, 25 Februari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar