Kamis, 13 Maret 2008

Masih Hidupkah Nurani Kita?


Muhammad Gagah Prawira

(Dept.Kebijakan Publik KAMMI IPB)

Seringkah kita mengamati keadaan orang lain? Jika ya maka apa yang kita amati? Kemudian,apa yang kita,rasakan,hayati,pikirkan,dan lakukan setelah itu?Seberapa seringkah kita mendengar sebuah informasi yang cukup pantas untuk direnungkan tapi kita hanya menanngapi dengan sepintas lalu?

Jika beberapa waktu yang lalu kita sedikit dirisaukan dengan kalang kabutnya anggota DPR yang meminta ”upah”nya dinaikkan padahal total tunjangan yang mereka dapatkan adalah sekitar 140 juta rupiah (sumber:detik.com) maka sekarang kita lihat sekitar kita dengan lebih jeli.

Dikutip dari situs resmi Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat,bahwa kasus gizi buruk sepanjang 2007 tercatat berjumlah 940 kasus,belum lagi yang tidak terlapor atau bahkan sengaja ditutup-tutupi. Ambillah contoh seperti yang terjadi di Kabupaten Rote Ndao (Pulau Rote), Nusa Tenggara Timur,lima balita tewas disebabkan busung lapar. Lebih gilanya lagi adalah,masyarakat yang mengalami gizi buruk masih dipusingkan dengan tingginya biaya perawatan di rumah sakit. Uniknya penanggulangan kasus ini oleh pemerintah kota setempat masih berkutat di sebuah acara yang bernama “menunggu pengesahan APBD!!”

Padahal sangat jelas, menurut wakil bupati Rote Ndao,Bernard Pelle bahwa kasus-kasus gizi buruk dan busung lapar di daerahnya disebabkan oleh kemiskinan yang mengakibatkan para orang tua tidak mampu membelikan makanan bergizi bagi anak-anaknya.

Kemudian,bagaimana kita lihat kasus ibu hamil,Dg Basse (35)dan putranya,Bahir (5) di Makassar yang juga tewas akibat kelaparan. Kasus lain yang terjadi di salah satu daerah di Jawa Tengah. APBD daerah setempat menganggarkan dana untuk membeli mobil dinas bagi bupati,wabup,dan anggota dewan sebesar 800 juta padahal tidak jauh dari kantor dinas DPRD setempat ada sebuah keluarga yang terpaksa memakan nasi bekas yang diterima dari pemberian tetangga-tetangga sekitarnya untuk bertahan hidup!(sumber:trans TV) Maka setelah melihat kasus-kasus yangterjadi dio sekitar kita masih adakah rasa tega untuk setiap pejabat yang telah berada di eksekutif maup[un legislatif untuk meminta dan meminta lagi tunjangan demi tunjangan ataupun tambahan dana dengan dalih klasik “kepentingan atau operasional dinas”!!

Sangat jelas tergambar bahwa elit politik kita mulai “kehilangan pendengarannya.” Atau bahkan lebih parah lagi,”kematian hati nuraninya?”

Saudaraku..benarkah ini realitas kehidupan berbangsa di negara yang kita cintai ini? Bagaimana mungkin kita bisa makan berlebihan jika kita melihat saudara atau bahkan tetangga kita sendiri kelaparan? Ataukah kita sengaja melupakan sabda Rasul kita bahwa kita berkewajiban untuk memperhatikan tetangga kita. Masihkah belum cukup bukti kesengsaraan rakyat Indonesia akibat tidak diperhatikan oleh wakil rakyatnya sendiri?

Tanyakanlah pada diri kita masing-masing,benarkah kita bahagia dengan keserbacukupan kita selama ini sementara orang-orang di sekitar kita mengalami kepedihan hidup sedemikian rupa padahal bisa jadi orang-orang itulah yang berjasa bagi kita ataupun keluarga kita,atau bahkan bagi bangsa ini. Bukankah arti kesuksesan sebenarnya adalah membuat orang lain bahagia dan sukses di segala bidangnya?

Jadi sekarang siapa yang harus bertanggung jawab atas semua ini? Jawabnya adalah kita semua yang mengaku mencintai negeri ini. Maka,lakukanlah sesuatu sesuai bidang,minat,kapasitas,dan kesempatan. Tidak perlu menunggu korban-korban ketidakpedulian jatuh lagi hanya untuk membuktikan bahwa kita harus bergerak dan berubah. Lakukan..dan lakukan!

Wahai manusia,siapapun dirimu dan apapun posisimu sekarang,yang masih memiliki segumpal darah yang bernama hati,tanyakan hal itu pada dirimu dan jawablah dengan bukti nyata!! Bukan hanya retorika,dialektika di gedung-gedung dan seminar-seminar. Tapi ambil jasadmu dan gunakanlah untuk mengatasi kepedihan ini sebesar apapun kemampuanmu! Kita sudah bosan dengan segala macam bentuk tangis kepedihan,usap tangis itu PAHLAWAN NEGERIKU!!

Cp.gagah9787@gmail.com

Tidak ada komentar: